Ahsanallahu ilaikum. Penanya berkata,
“Orang yang pernah menzalimi orang lain,
kemudian meminta orang itu untuk menghalalkannya dan memohon maaf darinya,
tetapi ia enggan untuk memaafkannya.
Apakah ia tetap berdosa setelah ia meminta maaf?”
Meminta maaf saja tidak cukup, jika itu berkenaan dengan masalah harta
atau perkara yang semisalnya.
Jika ini berkaitan dengan masalah harta, dan ia tidak meminta untuk mengembalikan hartanya.
Ia hanya berkata, “Maafkanlah aku,” dan terus membujuknya agar mau memaafkan. Namun orang itu berkata, “Tidak, aku ingin hartaku!”
Oleh karena itu, ia belum terbebas dari tuntutan
dengan permintaan maaf seperti ini.
Ia belum terbebas dari tuntutan hak dengan permintaan maaf ini.
Namun, ia harus berusaha keras untuk
menunaikan utangnya kepada orang itu.
Menunaikan utangnya kepada orang itu.
Adapun jika kezaliman itu tidak berkaitan dengan masalah harta,
seperti gibah dan lain sebagainya.
Sebagian ulama berpendapat, jika permintaan maafnya
dapat menyebabkan kerusakan (hubungan sosial), maka syariat ini sebenarnya hadir untuk menghindarkan dari kerusakan.
Yakni ketika kamu datang ke saudaramu dan mengatakan, “Aku pernah berkata tentangmu seperti ini dan itu,
dan juga berkata tentangmu seperti ini dan itu.” Kamu mendetailkan apa yang kamu katakan tentangnya
di saat kamu sedang dikuasai kelalaian dan kejahilan.
Kamu mendetailkan apa yang kamu katakan. Padahal, ia mungkin tidak tahu apa pun.
Akhirnya kamu malah membuatnya marah padamu.
Kamu malah membuatnya marah padamu,
dan memancing kejengkelannya terhadapmu,
serta menimbulkan kesal dalam dirinya terhadapmu. Ini kerusakan!
Jika ia khawatir akan terjadi seperti ini,
maka cukup baginya memperbanyak mendoakannya.
Banyak berdoa untuknya
atau meminta maaf dengan cara yang berbeda dari yang disebutkan sebelumnya.
Yakni menemuinya dan berkata kepadanya,
“Saya minta maaf, terjadi kelalaian padaku.
Kamu juga paham jika kita pasti punya kelemahan dan kelalaian.
Sedangkan kamu orang yang mulia dan baik hati, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. Jika saya berbuat salah kepadamu …”
Menyampaikan ucapan seperti ini.
Jika tidak, maka hendaklah ia memperbanyak mendoakannya
dan mengganti celaan, gibah, dan tuduhan terhadap kehormatannya dengan pujian baginya.
Agar yang baik ini dapat melenyapkan keburukan tersebut
dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Namun, jika itu berkaitan dengan masalah harta, apabila ia tidak memaafkan maka ia harus
mengembalikan harta itu kepadanya.
Demikian.
====
أَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكُمْ يَقُولُ السَّائِلُ
مَنْ كَانَ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ عِنْدَ أَحَدٍ
ثُمَّ اسْتَحَلَّ مِنْهُ وَطَلَبَ مِنْهُ أَنْ يَعْفُوَ وَيَصْفَحَ عَنْهُ
وَلَكِنَّهُ أَبَى أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُ
فَهَلْ يَبْقَى إِثْمٌ بَعْدَمَا اسْتَحَلَّ مِنْهُ؟
الِاسْتِحْلَالُ وَحْدَهُ لَا يَكْفِيْ إِذَا كَانَتْ مَثَلًا حُقُوقٌ مَالِيَّةٌ
أَوْ أَشْيَاءُ مِنْ هَذَا الْقَبِيلِ
إِذَا كَانَتْ حُقُوقٌ مَالِيَّةٌ وَلَمْ يَطْلُبْ مِنْهُ مَالًا
وَقَالَ سَامِحْنِي وَأَلَحَّ عَلَيْهِ فِي الْمُسَامَحَةِ وَقَالَ لَا أَنَا أُرِيدُ حَقِّي
مَا يَخْرُجُ مِنَ التَّبِعَةِ
بِهَذَا الطَّلَبِ
مَا يَخْرُجُ مِنَ التَّبِعَةِ بِهَذَا الطَّلَبِ
وَلَكِنْ يَسْعَى جَاهِدًا فِي
إِعْطَائِهِ مَا فِي ذِمَّتِهِ لَهُ
إِعْطَاءِ مَا فِي ذِمَّتِهِ لَهُ
وَإِذَا كَانَ الْأَمْرُ لَا يَتَعَلَّقُ بِحُقُوقٍ مَالِيَّةٍ
يَعْنِي غِيْبَةٌ وَنَحْوُ ذَلِكَ
أَهْلُ الْعِلْمِ مِنْهُمْ مَنْ ذَكَرَ إِذَا كَانَ طَلَبٌ مِنْهُ
يُفْضِي إِلَى مَفْسَدَةٍ فَالشَّرِيْعَةُ جَاءَتْ لِدَرْءِ الْمَفَاسِدِ
يَعْنِي أَنْ تَأْتِيَ لِأَخِيْكَ وَتَقُولُ لَهُ أَنَا قُلْتُ فِيْكَ كَذَا وَقُلْتُ فِيْكَ كَذَا
وَقُلْتُ فِيْكَ كَذَا وَقُلْتُ فِيْكَ كَذَا وَتُفَصِّلُ مَاذَا قُلْتَ فِيهِ
فِيْ سَاعَةِ سَفَهٍ وَجَهْلٍ
ثُمَّ تُفَصِّلُ لَهُ رُبَّمَا هُوَ لَا يَدْرِي عَنْ شَيْءٍ
فَتَمْلَأَ صَدْرَهُ عَلَيْكَ
تَمْلَأُ صَدْرَهُ عَلَيْكَ
وَتُثِيْرُ نَفْسَهُ عَلَيْكَ
وَتُوْجِدُ فِي نَفْسِهِ عَلَيْكَ هَذِهِ مَفْسَدَةٌ
فَإِذَا كَانَ يُخْشَى مِنْ ذَلِكَ
فَيُكْثِرُ لَهُ مِنَ الدُّعَاءِ
يُكْثِرُ لَهُ مِنَ الدُّعَاءِ
أَوْ أَيْضًا يَكُونُ الطَّلَبُ بِغَيْرِ الطَّرِيقَةِ الَّتِي تَقَدَّمَتْ
يَعْنِي يَلْقَاهُ وَيَقُولُ لَهُ
أَرْجُو الْمُسَامَحَةَ لاَ بُدَّ أَنْ يَكُونَ حَصَلَ تَقْصِيْرٌ
لاَ بُدَّ مِنْ شَيْءٍ يَعْنِي تَعْرِفُ نَحْنُ فِينَا ضَعْفٌ وَفِينَا قُصُورٌ
وَأَنْتَ رَجُلٌ كَرِيمٌ وَمُحْسِنٌ وَجَزَاكَ اللهُ خَيْرًا إِنْ كَانَ حَصَلَ
مِثْلُ هَذَا الْكَلَامِ
وَإِلَّا فَيُكْثِرُ لَهُ مِنَ الدُّعَاءِ
وَيَجْعَلُ مَحَلَّ ذَمِّهِ وَغِيْبَتِهِ وَالطَّعْنِ فِي عِرْضِهِ ثَنَاءً عَلَيْهِ
لِتُذْهِبَ هَذِهِ تِلْكَ
بِإِذْنِ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
لَكِنِ الْحُقُوقُ الْمَالِيَّةُ لاَ بُدَّ إِنْ لَمْ يُسَامِحْ لاَ بُدَّ أَنْ
يُعِيدَهَا لَهُ
نَعَمْ